Kisah dari Lapangan: Menggapai Cahaya dengan Cinta di Saluleang
Jam baru menunjukkan pukul sembilan, tapi matahari sudah bersinar dengan teriknya. Alfianti, baru membereskan laporan yang disiapkannya semalam untuk pelantikan pengurus badan usaha milik desa di Saluelang. “Panas tidak jadi masalah,” ujarnya, “justru hujan yang membuat saya kuatir, karena jalanan jadi berlumpur, dan tidak bisa dilewati motor.”
Meski terletak kurang dari 20 km dari Mamasa, ibukota Provinsi Sulawesi Barat. Desa Saluleang, Kecamatan Tabulahan, Kabupaten Mamasa ini nyaris terisolir akibat kondisi jalan yang rusak parah. Motor menjadi satu-satunya moda transportasi di Desa Saluleang, itupun hanya bisa digunakan ketika kemarau.
Kondisi ini yang membuat ekonomi Desa dengan 95 KK ini tidak beranjak maju. Warga yang mengandalkan kehidupan mereka dari padi dan kakao kesulitan memasarkan produk mereka. Minimal mereka harus mengeluarkan biaya Rp 200.000 sekali jalan kalau ingin membawa produk mereka keluar desa.
Sulitnya akses transportasi juga berimbas ke akses listrik. Selama ini, warga mengandalkan penerangan seadanya dari listrik yang dihasilkan kincir air milik warga. “Kalau pemilik kincir harus pergi keluar desa, warga hanya menggunakan pelita untuk penerangan di malam hari.” Kata Alfianti.
Kondisi ini yang membuat Desa Saluleang menjadi salah satu lokasi penerima bantuan proyek ACCESS. Proyek pemanfaatan energi bersih ini memberikan bantuan berupa pemasangan PLTS komunal di 23 desa 3T di empat provinsi, termasuk Sulawesi Barat. Diharapkan pembangunan PLTS ini bisa membantu mengurangi ketimpangan pembangunan dengan membantu warga mendapatkan akses terhadap layanan dasar.
Kondisi desa yang terisolir ternyata tidak membuat warganya berkecil-hati. Kelompok muda di sana malah bersemangat untuk memperbaiki keadaan desanya. “Semangat itu yang menyambut saya ketika kali pertama datang ke sini,” kenang Alfianti. Sejalan dengan program persiapan pembangunan PLTS, ia mendampingi masyarakat untuk siap nantinya mengoperasikan PLTS secara mandiri dan berkelanjutan, termasuk dengan membentuk unit pengelola listrik desa.
Bersama mereka, Alfianti merajut ulang mimpi untuk membangun Saluleang yang sejahtera. Melalui serangkaian fasilitasi dan pendampingan, anak-anak muda ini kemudian dipilih warga untuk mengembangkan Bumdes. Proses ini dimulai sejak pemetaan pemangku kepentingan di awal Oktober 2021, yang dilanjutkan rangkaian diskusi sesudahnya.
Hasilnya berbuah manis, pada tanggal 22 Januari 2022, Kepala Desa Saluleang, Bapak Eli Samawit, melantik Febrianus sebagai Direktur BUMDes, Jitro (Bendahara), Medi Alvianus (Sekretaris) sebagai pengelola Bumdes. Dalam amanatnya, Eli Samawit menitipkan pesan agar pengurus bertanggung jawab atas amanat yang baru ini dan selain itu “mampu memajukan dan memberikan ide-ide baru untuk meningkatkan ekonomi Desa Saluleang” Inovasi penting untuk membawa keluar Desa Saluleang dari kondisi saat ini. Ia juga meminta pengurus memaksimalkan dukungan yang diberikan ACCESS melalui fasilitator desa sebagai dorongan untuk meningkatkan kinerja.
Nama yang dipilih untuk Badan Usaha Milik Desa tidak kurang indahnya, AGAPE SALULEANG SEJAHTERA. Agape berarti Cinta dan Kasih Tuhan yang tidak pernah berhenti untuk umat-Nya. “Kami pilih nama itu karena kasih sayang yang kalian rasakan nantinya secara tulus diberikan juga kepada masyarakat” kata Eli Samawi. “Dengan cinta itu juga kami berharap bisa segera menerangi masa depan kami.”
September 2021, UNDP Indonesia menerjunkan 23 orang pendamping untuk membantu desa mempersiapkan pengelolaan PLTS komunal bantuan Proyek ACCESS. Selama lima bulan bekerja, banyak kisah menarik yang para pendamping ini dapatkan. Tulisan berikut ini adalah satu di antaranya, diceritakan Alfianti, PEAP Desa Saluleang Mamasa Sulawesi Barat. Alfianti akan bekerja di sana sampai Maret 2023 untuk membantu masyarakat mengelola PLTS yang sedang dibangun Proyek ACCESS.